Ya, banyak kita jumpai para pemegang amanah, para pemegang kedaulatan bangsa ini memiliki judul (gelar) yang begitu tinggi, namun dibalik itu kehilangan makna. Pun hanya sedikit mereka yang berjiwa kesatria, yang nemiliki hamasah jundiyah- berjiwa prajurit untuk selalu siap berperang memperjuangkan kebenaran dan meraih kemenangan. Jabatan-jabatan yang mereka peroleh dilakukan dengan menghalalkan segala cara, bahkan tak perduli apakah itu menyimpang dari jalur kebenaran, dan keadilan. Nampaknya demam/kegilaan pada kedudukan di mata makhluk telah mengaburkan tujuan hidup mereka, yakni mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah di bumi.
Sahabat, bukankah Allah Maha Pengasih terhadap makhluknya? So, jadilah kitab meskipun tanpa judul!
Sebagai seorang insan yang dititipi Allah sebagian kecil dari sifat-sifatNya, maka sudah sepantasnya setiap diri menyadari hakikat penciptaan itu dan menggunakan usia yang diberikannya dengan sebaik-baiknya. Jabatan bagi seorang yang mengerti hakikat penciptaan adalah sebuah beban berat yang harus dipertanggungjawabkannya kelak di hadapan Allah SWT. Beban ini mengandung sebuah konsekuensi, bahwa amanah yang telah diembankan kepadanya, kelak akan mendatangkan hisab terhadap apa saja yang kita lakukan terhadap amanah itu, apakah ada hal yang mendzolimi orang lain, adakah hak orang lain yang belum terpenuhi, ataukah ada amanah titipan yang belum tersampaikan? Banyak sekali hal yang harus dijaga, dikerjakan, dan disampaikan dengan baik dan benar, sehingga setinggi apapun jabatan seseorang ia akan terjaga dalam kerendahan hati, karena sesungguhnya amat berat beban yang dipikul seseorang jika jabatan itu semakin tinggi kededukannya baik dihadapan ALLAH maupun kewajiban yang harus ditunaikan kepada makhluk. Sedangkan bagi mereka yang terlena oleh pujian publik, dan pandangan luar orang-orang disekitarnya akan menganggap dan menjadikan jabatan itu sesuatu yang sakaral tapi tiada faedah yang benar-benar tersalurkan kepada orang lain. Hal ini karena kebanyakan orang yang terlena jabatan cenderung sombong dan berbangga diri terhadap prestasi dirinya, sehingga rasa peduli, dan hormat terhadap orang lain menjadi berkurang apalagi jika orang yang sedang ia hadapi adalah mereka yang kedudukannya berada jauh dibawahnya. Mengapa mereka bersikap seperti itu, seperti layaknya mereka hanya tinggal sendiri di dunia ini, padahal mereka hidup bermasyarakat. Maka, sudah seharusnya sebagai orang yang dianugerahi kesempatan dari Allah untuk memiliki ilmu atau kecakapan yang lebih daripada orang lain, hendaklah ia memiliki sifat yang paling mulia, paling ramah, sopan, santun, dan berkarakter profetik. Di sisi lain, meskipun Allah tidak melimpahkan kepada kita sesuatu yang lebih dari orang lain, maka tetaplah berkarakter profetik, karakter yang mulia, sehingga kita bisa memberi contoh kebaikan/ teladan yang bisa dijadikan rujukan- sumber informasi yang diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar